BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Latar Belakang Dunia yang berkembang
terus dengan jumlah penduduk yang semakin kehidupan banyak menimbulkan manusia
berbagai macam permasalahan dalam sehari-hari. Termasuk dalam hal ini adalah
masalah kebutuhan bagaimana cara manusia untuk dapat mencukupi berbagai masalah
perekonomian. Perkembangan ekonomi sangat terkait dengan hidupnya sehari-hari.
Masalah ini dapat dikategorikan sebagai masalah kebijakan
suatu pemerintahan, maka dalam prakteknya pada setiap masa pemerintahan sistem
ekonomi ini memiliki wajah yang beragam. Adanya keragaman ini, kiranya dapat
menjadi pelajaran berharga bagi setiap orde pemerintahan dalam perumusan suatu
kebijakan yang sedapat mungkin bisa merujuk pada cita-cita mulia dari sistem
ekonomi itu sendiri.
Dalam
sejarah kebijakan ekonomi Islam banyak cendekiawan yang menyumbangkan pemikiran
mengenai cara-cara mengatasi permasalahan ekonomi. Salah satunya yang paling terkenal
adalah Ibnu Khaldun dengan teorinya konsep perpajakan. Alasan suatu negara
menerapkan konsep kebijakan ekonomi Islam adalah untuk memaksimalkan penggunaan
sumber daya ekonomi yang ada dan mengatasi masalah ekonomi antara lain semakin
meningkatnya angka pengangguran, menurunnya daya beli masyarakat, menurunnya
nilai investasi, dan sebagainya. Selain itu dalam melaksanakan kebijakan
ekonomi sangat diperlukan peran serta pemerintah supaya tidak terjadi
penyelewengan anggaran sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
BAB II
KEBIJAKAN EKONOMI
DALAM ISLAM
Kebijakan
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak.[1]
Kebijakan berbeda dangan peratuan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau
melarang suatu perilaku, kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling
mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.[2]
Ekonomi Islam merupakan ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.[3] ekonomi
dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang
memiliki dimensi ibadah yang teraplikasi dalam etika dan moral.[4]
Jadi kebijakan dalam ekonomi islam adalah
suatu konsep yang menjadi dasar
pedoman dan dasar rencana dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi rakyat sesuai
dengan nilai islam.
1.
Sasaran Pembangunan Ekonomi dalam Islam
Dalam
ekonomi sekular,”Pembangunan Ekonomi” mengacu pada suatu proses di mana rakyat
dari suatu negara atau daerah memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk
menghasilkan kenaikan produksi barang dan jasa perkapita secara terus-menerus.
Professor Snider berkata, “pertumbuhan
ekonomi mengacu kepada kenaikan sekuler atau jangka panjang produksi
perkapita.” Menurut professor W.A. Lewis, “pertumbuhan terjadi jika output
meningkat per jam kerjanya.” Dalam bukunya Process of Economic Growth, Rostow mencoba
menjelaskan pembangunan ekonomi dengan ukuran sejumlah kecenderungan
mengembangkan ilmu dasar, menerapkan ilmu untuk tujuan ekonomi, menerima
pembaruan, mencari keuntungan material, mengkonsumsi atau menabung, dan
mempunyai anak.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu
proses untuk mengubah suatu keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya, atau
meningkatkan kualitas suatu keadaan menjadi yang lebih baik, sehingga
kesejahteraan dan kemakmuran semakin tinggi. Dalam wacana ekonomi pembangunan,
pembangunan ekonomi identik dengan menciptakan dan mempertahankan serta
meningkatkan pendapatan nasional.[5]
Menurut
ibnu khaldun, untuk menciptakan kesejahteraan, maka setiap negara harus melaksanakan pembangunan
dengan memperhatikan beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain,
sehingga membuat sebuah lingkaran yang di sebut M. Umer Chapra dengan daur
keadilan atau cycle of equity.[6]
Jadi, pembangunan ekonomi dinyatakan
sebagai kenaikan pendapatan per kapita bangsa dalam suatu masa tertentu.
Organisasi ekonomi masyarakat dipandang sebagai suatu unit produksi.
Pertumbuhan ekonomi mengukur kapasitas ekonomi dalam menaikkan suplai barang
dan jasa. Jadi, dengan perkataan lain, pembangunan ekonomi berarti kenaikan
pendapatan nasional, tanpa perubahan biaya keuangan dan biaya sebenarnya.[7]
Istilah pembangunan ekonomi (economic development)
biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.
Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut, ”economic development is growth plus
change” (Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang
diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak
kegiatan ekonomi).
a.
Tujuan pembangunan ekonomi adalah
sebagai berikut:
Pembangunan sumber daya insani merupakan tujuan pertama
dari kebijakan pembangunan. Dengan demikian, harus diupayakan membangkitkan
sikap dan apresiasi yang benar, pengembangan watak dan kepribadian,
pendidikan dan latihan yang menghasilkan keterampilan, pengembangann ilmu
dan riset serta peningkatan partisipasi.
b.
Sasaran
pembangunan ekonomi, sebagai berikut:
1.
Perluasan produksi yang bermanfaat
Tujuan
utama adalah meningkatkan jumlah produksi nasional di satu sisi dan tercapainya
pola produksi yang tepat. Produksi yang dimaksud sesuatu yang dapat dibeli juga
bermanfaat bagi kepentingan ummat manusia secara keseluruhan. Dalam kebijakan
demikian, pola investasi dan produksi disesuaikan dengan prioritas Islam dan
kebutuhan ummat. Dalam hal ini ada tiga hal yang diprioritaskan :
a.
Produksi dan
tersedianya bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam jumlah yang melimpah,
termasuk bahan-bahan konstruksi untuk perumahan, jalan dan kebutuhan dasar
lainnya dengan harga yang cukup murah.
b.
Perlunya pertahanan dunia Islam di
negara-negara Islam, maka dibutuhkan peralatan persenjataan yang memadai.
c.
Swasembada di bidang produksi kebutuhan primer.
2.
Perbaikan kualitas hidup
Hal ini dengan
memberikan prioritas pada tiga hal yaitu:
a.
Terciptanya lapangan kerja dengan segala
penataan struktural, teknologi, investasi, dan pendidikan.
b.
Sistem keamanan nasional yang luas dan
efektif yang menjamin kebutuhan dasar masyarakat. Dalam hal ini zakat
harus dijadikan sebagi instrumen utama.
c.
Pembagian kekayaan dan pendapatan dan merata. Harus ada
kebijakan pendapatan yang mampu mengontrol tingkat pendapatan yang terendah
(UMR), mengurangi konsentrasi ketimpangan dalam masyarakat. Salah satu
indikator tampilan pembangunan adalah berkurangnya tingkat perbedaan pendapatan
masyarakat. Karena itu sistem perpajakan harus diatur sebaik-baiknya.
3.
Pembangunan yang berimbang
yakni harmonisasi antar daerah
yang berbeda dalam satu negara dan antar sektor ekonomi.
4.
Teknologi baru
yaitu berkembangnya teknologi tepat guna
yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan, aspirasi negara-negara, khususnya
negara-negara muslim. Proses pembangunan yang mandiri hanya dapat terwujud jika
negara tersebut sudah bebas dari ”bantuan” asing serta mampu menguasai
teknologi yang berkembang dalam lingkungan sosial dan alam yang bebeda,
teknologi itu selanjutnya akan diadaptasikan dengan kreatifitas sendiri. Karena
itu, perlu ada riset yang intensif dan luas.
5.
Berkurangnya ketergantungan pada
dunia luar dan dengan semakin menyatunya kerjasama yang solid sesama
negara-negara Muslim. Adalah tugas ummat sebagai khalifah, bahwa
ketergantungan pada dunia non-Islam dalam semua segi harus diubah menjadi
kemandirian ekonomi.. Ketahanan dan kemerdekaan dunia Islam serta kedamaian dan
kesentosaaan ummat manusia merupakan tujuan utama yang harus mewarnai
dalam perencanaan pembangunan. Karena itu perlu ada perubahan mendasar
dalam isi dan pola perencanaan pembangunan kita.[8]
2. Peran dan Fungsi Negara
Peran negara dalam ekonomi selalu penting
dalam pemikiran politik muslim sejak dulu sampai sekarang, yang telah dibahas
dalam sejumlah subjek, termasuk di antaranya adalah al-ahkam as sulthaniyyah
‘regulasi pemerintah’, maqasid asy-syariah, as-siyasah as-syar’iyyah ‘kebijakan
syari’ah’ dan al-hisab.
Namun,
peran negara dalam ekonomi islam tidak seperti “intervensi” pemerintah yang
tetap komitmen kepada kapitalisme laissez-faire. Ia juga tidak seperti
kolektivisasi dan regimentasi yang mencekik kebebasan dan inisiatif individu
serta keinginan berusaha. Ia juga tidak seperti negara kesejahteraan yang
sekularis, yang karena penghindarannya dari penilaian, makin memperkuat
klaim-klaim pada sumber daya dan menimbulkan ketidakseimbangan makro ekonomi.
Ia adalah sebuah peran positif, suatu kewajiban moral untuk membantu mewujudkan
kesejahteraan semua orang dengan menjamin keseimbangan antara kepentingan privat
dan social, memelihara roda perekonomian pada rel yang benar, dan mencegah
pengalihan arahnya oleh kelompok berkuasa yang berkepentingan.
Berdasarkan
ajaran al Quran dan as Sunnah, Maududi menerangkan
beberapa tujuan diselenggarkaannya Negara:
1.
untuk mengelakkan
terjadinya eksploitasi antar manusia,
antarkelompok, atau antarkelas dalam masyarakat.
2.
untuk memelihara
kebebasan para warga negara dan melindungi seluruh warga negara dari invasi
asing.
3.
untuk menegakkan
sistem keadilan sosial yang seimbang seperti yang dikehendaki al Quran.
4.
memberantas setiap
kejahatan dan mendorong tiap kebajikan yang dengan tegas telah digariskan pula
oleh al Quran.
5.
menjadikan negara
sebagai tempat tingal yang teduh bagi tiap warga negara dengan jalan
memberlakukan hukum danpa diskriminasi.[9]
3. Instrumen Instrumen Kebijakan
Suatu
kebijakan esensinya akan mencerminkan/menggambarkan strategi, prioritas, tujuan, sasaran dan hasil (outcome) yang diharapkan. Agar kebijakan berfungsi efektif, diperlukan “instrumen/alat” kebijakannya(policy tools/instruments). Jadi,
instrumen kebijakan
adalah
seperangkat langkah atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk merealisasikan kebijakan yang di tetapkan. Setiap (atau kombinasi beberapa) instrumen kebijakan biasanya melibatkan (mengandung) setidaknya 3aspek, yaitu:
1)
Piranti hukum (legal devices):
menyangkut aspek legal/hukum yang mendukungnya (melandasinya)
2)
Tatanan kelembagaan (institutional
setting) :berkaitan
dengan tantanan lembaga (organisasi) yang terlihat, fungsi dan pengorganisasian
(struktur dan hubungan
atau interaksi antaraktor)
3)
Mekanisme operasional (operasional
mechanism): berkaitan
dengan pola, cara/metode dan prosedur serta proses pelakanaan dalam implementasi praktis.
Selain itu, hal yang juga penting di pertimbangkan berkaitan dengan
perancangan instrumen kebijakan adalah tatanan sosial (social arrangement) bagi konteks kebijakan tersebut.
4. Urgensi Dakwah atau Pendidikan Dalam Ekonomi
Bisri Afandi mengatakan bahwa yang
diharapkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik
kelakuan adil maupun aktual, baik pribadi maupun keluarga masyarakat, way of
thinking atau cara berpikirnya berubah, way of life atau cara
hidupnya berubah menjadi lebih baik ditinjau dari segi kualitas maupun
kuantitas. Yang dimaksud adalah nilainilai agama sedangkan kualitas adalah
bahwa kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dalam
segala situasi dan kondisi.[10]
Sedangkan dalam konteksnya dengan ekonomi
Islam, bahwa ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang
disimpulkan dari al-Qur'an dan as-sunah dan merupakan bangunan perekonomian
yang didirikan atas dasar-dasar tersebut sesuai dengan lingkungan dan masanya.[11]
Nilai-nilai Islam tidak hanya berkaitan
dengan proses ekonomi tapi juga berkaitan dengan tujuan dari kegiatan ekonomi.
Islam menempatkan bahwa tujuan ekonomi tidak hanya kesejahteraan duniawi saja,
tapi juga untuk kepentingan yang lebih utama yaitu kesejahteraan ukhrawi.
Dengan demikian ekonomi Islam dan dakwah bertujuan agar manusia memperoleh
kebahagaan dunia dan akhirat. Ekonomi Islam dan dakwah merupakan sarana untuk
menyeru manusia agar dalam tindak tanduknya sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam.
Keadaan ekonomi
keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh : Inflasi
yang sangat tinggi, Adanya blokade ekonomi oleh Belanda untuk menutup pintu
perdagangan luar negri RI, Kas negara kosong, Eksploitasi besar-besaran di masa
penjajahan dan lain-lain. Dengan
perkembangan ekonomi indonesia saat ini, haruslah di manfaatkan dengan sebaik
baiknya. Hal yang paling penting yang harus di kembangkan adalah pendidikan
karena Pendidikan adalah Investasi. Sampai kapanpun Pendidikan adalah hal yang
paling utama dalam sebuah negara.
Pendidikan
dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk
pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini
pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum
dari negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi
perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk
menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam
gerak langkah pembangunan.
Pengembangan
SDM melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi,
dan karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi
yang produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif
tanpa manfaat balikan yang jelas (rate of return).[12]
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan dalam ekonomi islam adalah suatu konsep yang menjadi dasar pedoman dan dasar rencana
dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi rakyat sesuai dengan nilai islam.
Sasaran pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: Perluasan
produksi yang bermanfaat, Perbaikan
kualitas hidup, Pembangunan
yang berimbang, Teknologi baru,
Berkurangnya ketergantungan pada
dunia luar dan dengan semakin menyatunya kerjasama yang solid sesama
negara-negara Muslim.
Suatu kebijakan esensinya akan mencerminkan/menggambarkan strategi, prioritas, tujuan, sasaran dan hasil (outcome) yang diharapkan. Setiap (atau kombinasi beberapa) instrumen kebijakan biasanya melibatkan (mengandung) setidaknya 3aspek, yaitu: Piranti hukum (legal devices); Tatanan kelembagaan (institutional
setting); Mekanisme
operasional (operasional mechanism).
Nilai-nilai Islam tidak hanya berkaitan dengan proses ekonomi tapi juga
berkaitan dengan tujuan dari kegiatan ekonomi. Ekonomi Islam dan dakwah merupakan sarana untuk menyeru manusia agar dalam
tindak tanduknya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Pengembangan SDM melalui
pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang
produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa
manfaat balikan yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muhammad
al-Assal dan Fathi Ahmad Ab al-Karim. 1999. Sistem,
Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam. terj. Imam saefudin. (Bandung: Pustaka
Setia)
Affandi Bisri. 1984. Beberapa Percikan Jalan Dakwah. (Surabaya:Fak Dakwah Surabaya)
Chapra M. Umer. 2001. The Future of Economic
: an Islamic Respectife, terj. Ikhwan Abidin. Masa Depan Ilmu
Ekonomi: Sebuah Tinjaun Islam. (Jakarta:Tazkiya
Institute)
Mannan M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek EKONOMI ISLAM. (Yogyakarta:PT DANA BHAKTI PRIMA YASA)
Michael P. Todaro dan Stephen C.
Smith.
2006. Ecoonomic
Development (terj). Pembangunan Ekonomi, Jilid I. (Jakarta: Erlangga)
Rokan, Mustafa kamal. 2013.
Bisnis ala Nabi, Teladan Rasulullah saw dalam berbisnis.(Yogyakarta: PT Bentang Pustaka)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan.htm.
http//:Agustianto-Archive-Pertumbuhan-pembangunan-ekonomi-dalam-perspektif-ekonomi-islam.htm.
http//:Steelford.com-Pentingnya-Pendidikan-dalam-perkembangan-ekonomi-indonesia.htm.
[1]
Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan.htm.
diakses tanggal 19/04/2016
[3] Lihat juga ekonomi islam adalah
ekonomi yang memihak rakyat (kaum dhuafa). Mustafa kamal rokan. 2013. Bisnis
ala Nabi, Teladan Rasulullah saw dalam berbisnis.Yogyakarta: PT Bentang
Pustaka
[4] https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah.
Diakses tanggal 20/04/2016
[5]
Michael P. Todaro dan Stephen C.
Smith, Ecoonomic Development (terj). Pembangunan Ekonomi, Jilid I,(Jakarta:
Erlangga,2006), hlm. 19
[6]
M. Umer Chapra, The Future of
Economic : an Islamic Respectife, terj. Ikhwan Abidin, Masa Depan
Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjaun Islam, (Jakarta:Tazkiya Institute,2001), hlm.
127
[7] M. Abdul Mannan.
1997. Teori dan Praktek EKONOMI ISLAM. Yogyakarta: PT DANA BHAKTI PRIMA
YASA. Hlm 378-379
[8] http//:Agustianto-Archive-Pertumbuhan-pembangunan-ekonomi-dalam-perspektif-ekonomi-islam.htm.
di akses pada tanggal 03 /04/2016
[9]http://Serial-Negara-Sejahtera-Tujuan-Negara-Menurut-Islam-muslim-peduli.htm
diakses pada tanggal 18/04/ 2016
[11] Ahmad Muhammad
al-Assal dan Fathi Ahmad Ab al-Karim, 1999, Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam, terj. Imam
saefudin, Bandung: Pustaka Setia, hlm. 17
[12]http//:Steelford.com-Pentingnya-Pendidikan-dalam-perkembangan-ekonomi-indonesia.htm.
di akses pada tanggal 03/04/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar